Pages - Menu

Rabu, 14 Maret 2012

Teori-Teori Konseling


TEORI-TEORI KONSELING I

1.      TEORI PSIKOANALITIK
Salah satu aliran utama dalam sejarah psikologi adalah teori psikoanalitik Sigmund Freud.
Secara historis merupakan sistem psikoterapi pertama. Psikoanalisis adalah suatu teori kepribadian, sistem filsafat, dan metode psikoterapi.[1]
Menurut pandangan Freud, setiap manusia didorong oleh kekuatan-kekuatan irasional di dalam dirinya sendiri, oleh motif-motif yang tidak disadari sendiri, dan oleh kebutuhan-kebutuhan alamiah yang bersifat biologis dan naluri. Bilamana beraneka dorongan itu tidak selaras dengan apa yang diperkenankan serta diperbolehkan menurut kata hati atau kode moral seseorang, timbul ketegangan psikis yang disertai kecemasan dan ketidaktenangan tinggi. Kalau seseorang tidak berhasil mengontrol dan membendung kecemasan itu dengan suatu cara yang rasional dan realistis, dia akan menggunakan prosedur yang irasional dan tidak realistis.
Konsep-konsep utama teori psikoanalitik yaitu:
a.       Struktur Kepribadian
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem, yaitu:
1)      Id, adalah sistem kepribadian yang orisinil dan bersifat tak sadar. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Id bersifat tidak logis, amoral, dan didorong oleh satu kepentingan yaitu memuaskan kebutuan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas kesenangan. Id tidak pernah matang dan selalu menjadi anak manja dari kepribadian, tidak berpikir dan hanya menginginkan atau bertindak.
2)      Ego, adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan dan mengatur, sebagai “polisi lalu lintas” bagi id, superego dan dunia eksternal. Tugas utama ego adalah kesadaran dan melaksanakan sensor. Dengan diatur oleh asa kenyataan, ego berlaku realistis dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan.
3)      Superego, adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego mempresentasikan hal-hal yang ideal, riil dan mendorong kepada kesempurnaan, bukan kepada kesenangan. Superego mempresentasikan nilai-nilai tradisional dan ideal-ideal masyarakat yang diajarkan oleh orang tua kepada anak. Superego menghambat impuls-impuls id. Superego berkaitan dengan imbalan (perasaan bangga) dan hukuman (perasaan berdosa dan rendah diri).
b.      Pandangan tentang Sifat Manusia
Menurut Freud, manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, kebutuhan dan dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-peristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan. Manusia dipandang sebagai sistem-sistem energi. Manusa memiliki naluri kehidupan dan naluri kematian. Tujuan segenap kehidupan adalah kematian.
c.       Kesadaran dan Ketaksadaran
Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Bagian jiwa yang terbesar berada di bawah permukaan kesadaran. Ketaksadaran itu menyimpan pengalaman, ingatan, dan bahan yang direpresi. Konsep ketaksadaran mencakup mimpi, salah ucap, lupa, dan sugesti pascahipnotik. Menurut Freud, ketaksadaran mempengaruhi tingkah laku.
d.      Kecemasan
Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi kita untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah untuk memperingatkan adanya ancaman bahaya, yakni signal bagi ego yang akan terus meningkat jika tindakan-tindakan untuk mengatasi ancaman tersebut tidak diambil.  Ada tiga macam kecemasan: (1) Kecemasan realistis,  adalah ketkutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasannya sesuai dengan derajat ancaman yang ada; (2) Kecemasan neurotik, adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan yang bisa mendatangkan hukuman baginya; (3) Kecemasan moral, adalah ketakutan terhadap hati nurani sendiri.
e.       Mekanisme-Mekanisme Pertahanan Ego
Mekanisme-mekanisme pertahanan ego membantu individu mangatasi kecemasan dan mencegah terlukanya ego. Mekanisme-mekanisme tersebut yaitu penyangkalan, proyeksi, fiksasi, regresi, rasionalisasi, sublimasi, displacement, represi dan formasi reaksi.
f.       Perkembangan Kepribadian
Teori Psikoanalitik melukiskan tahap-tahap perkembangan psikososial dan psikoseksual individu dari lahir hingga dewasa.

Tujuan dari terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien. Karakteristik psikoanalisis adalah terapis membiarkan dirinya anonim serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada terapis. Proyeksi-proyeksi klien ditafsirkan dan dianalisis. Terapis berusaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal, menangani kecemasan serta memperoleh kendali atas tingkah laku yang impulsif dan irasional.[2]
Aplikasi Teori Psikoanalitik
Dalam pelaksanaan konseling Psikoanalitik, ada lima teknik dasar yang digunakan yaitu:
a.       Asosiasi Bebas, adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situsi traumatik di masa lampau, yang dikenal dengan sebutan katarsis.
b.      Penafsiran, adalah suatu prosedur yang terdiri atas tindakan analis menyatakan, menerangkan, dan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan terapeutik itu sendiri.
c.       Analisis Mimpi, adalah suatu prosedur untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa masalah yang tak terselesaikan.
d.      Analisis dan Penafsiran Resistensi, adalah prosedur untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada di balik resistensi sehingga dia bias menanganinya.
e.       Analisis dan Penafsiran Transferensi, adalah teknik terapi yang mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya.

2.      TEORI ADLER
Tokoh utama teori ini adalah Alfred Adler. Alfred Adler pada mulanya adalah seorang anggota psikoanalisis lalu memisahkan diri dari Freud, karena tidak setuju dengan konsep psikoanalisis, Adler membentuk aliran baru yang dinamakan individual psychology sebagai suatu sistem yang komparatif dalam memahami individu dalam kaitannya dengan lingkungan sosial.
Konsep-konsep utama teori Adler yaitu:
a.    Pandangan Tentang Sifat Manusia
Menurut Adler manusia tidak dapat dibagi-bagi menjadi bagian-bagian, manusia sebagai suatu keseluruhan, dan sebagai suatu kesatuan yang unik. Pria dan wanita adalah makhluk sosial yang masing-masing orang dalam berelasi dengan orang lain mengembangkan gaya hidup yang unik.
Menurut Adler manusia dimotivasi oleh dorongan sosial, bukan dorongan seksual. Bagi Adler, manusia itu lahir dalam keadaan tubuh yang lemah, tak berdaya. Kondisi ketidakberdayaan itu  menimbulkan ketergantungan kepada orang lain. Psikologi individual memandang individu sebagai makhluk yang saling tergantung secara sosial. Adler menambahkan bahwa pusat kepribadian adalah kesadaran, bukan ketaksadaran.
b.    Rasa Rendah Diri (inferiority feeling)
Manusia kerap mengalami rasa rendah diri karena berbagai kelemahan dan kekurangan yang mereka alami, dan berusaha untuk menghilangkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri melalui aneka usaha mencari kompensasi terhadap rasa rendah diri itu, dengan mencapai superioritasnya, ia ingin merubah kelemahan dengan kekuatan.[3]
c.    Usaha untuk mencapai Keunggulan (striving for superiority)
Orang mencoba mengatasi rasa rendah dirinya dengan mencari kekuasaan. Dengan berusaha mengejar kesempurnaan dan keunggulan.[4]
d.   Gaya Hidup (a person’s lifestyle)
Gaya hidup adalah cara unik dari setiap orang dalam berjuang mencapai tujuan khusus yang telah di tentukan orang itu dalam kehidupan tertentu di mana dia berada.[5] Konsep gaya hidup menerangkan keunikan setiap individu. Setiap individu memilki gaya hidup yang berbeda-beda. Gaya hidup individu dibentuk pada masa kanak-kanak sebagai kompensasi bagi inferioritasnya.

Tujuan konseling Adler meliputi mengurangi intensitas perasaan inferior, mengembangkan tujuan-tujuan yang lebih membahagiakan bagi konseli, dan merancang suatu gaya hidup yang lebih konstruktif.
Aplikasi Teori Adler
Ada minat yang mendalam pada diri Adler untuk mengaplikasikan gagasannya pada pendidikan, terutama dalam mencari jalan untuk mengobati gaya hidup yang keliru dari pelajar. Dia memulai suatu proses untuk bekerja dengan siswa dalam kelompok dan untuk mendidik orang tua dan guru. Dengan membekali guru dengan cara-cara untuk mencegah dan membetulkan kesalahan dasar dari anak-anak, ia mencari untuk mempromosikan minat sosial dan kesehatan mental pada anak-anak, ia mencari dan mempromosikan minat sosial dan kesehatan mental pada anak-anak. Di sekolah, program akademik anak-anak diindividualisasi-kan dengan siswa diberi peluang untuk memilih bidang studi mereka. Kurikulum terdiri dari program akademik tradisional, program sosialisasi dan program kreatif.[6]

3.    TEORI EKSISTENSIAL
Teori Eksistensial ini muncul sebagai reaksi melawan psikoanalisis dan behaviorisme yang dianggap tidak berlaku adil dalam mempelajari manusia.
Konseling eksistensial dilaksanakan dengan berbagai variasi yang mengambil inspirasinya dari karya-karya ilmuwan falsafah di Eropa Barat seperti Paul Tillich, Martin Heidegger, Jean Paul Sarte, Ludwig Binswanger dan Eugene Minkowski. Konseling Eksistensial sangat menekankan implikasi dari falsafah hidup ini dalam menghayati makna kehidupan manusia di dunia ini. Konseling Eksistensial berfokus pada situasi kehidupan manusia di alam semesta, yang mencakup: kemampuan kesadaran diri, kebebasan untuk memilih dan menentukan nasib hidupnya sendiri, tanggung jawab pribadi, kecemasan, usaha untuk menemukan makna dari keidupan manusia, komunikasi dengan orang lain, kematian serta kecenderungan dasar untuk mengembangkan dirinya semaksimal mungkin.[7]
                        Konsep-konsep utama teori Eksistensial ini antara lain:
a.    Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu.
b.    Kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kece.masan yang menjadi atribut dasar pada manusia.
c.    Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.

                        Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya; membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri; membantu klien merefleksi pada hidup, mengenali adanya banyak pilihan, dan menentukan antara pilihan- pilihan itu.



Aplikasi Teori Eksistensial
Tidak seperti kebanyakan pendekatan terapi, konseling eksistensial tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur terapeutik bisa dipungut dari beberapa pendekatan terapi lainnya. Metode-metode yang berasal dari terapi Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam konseling eksistensial. Dalam penerapannya, konseling ini berusaha membantu klien dengan meningkatkan kesadaran terhadap diri klien, mendorong klien untuk belajar menanggung resiko atas kebebasannya, serta meningkatkan kesadaran akan kematian.

4.    CLIENT-CENTERED
Carl Ransom Rogers (1902-1987) pada awal tahun 1940 mengembangkan teori yang disebut non-directive counseling (konseling non-direktif) sebagai reaksi atas pendekatan yang direktif dan pendekatan psikoanalitik. Rogers menentang asumsi dasar bahwa “konselor tahu apa yang terbaik“. Dia juga menentang kesahihan dari prosedur terapeutik yang telah secara umum bisa diterima seperti nasehat, saran, himbauan, pemberian pengajaran, diagnosis, dan tafsiran.
Konselor non-direktif menghindar dari usaha untuk melibatkan dirinya dengan urusan klien, dan sebagai gantinya mereka memfokuskan terutama pada merefleksi dan komunikasi verbal dan non-verbal dari klien. Asumsi dasarnya adalah bahwa orang itu secara esensial bisa dipercaya, memiliki potensi yang besar untuk memahami dirinya  dan menyelesaikan masalah mereka tanpa intervensi langsung dari pihak terapis.[8] Secara singkat, teori client-centered adalah corak konseling yang menekankan peranan konseli sendiri dalam proses konseling.
Ciri-ciri pendekatan client-centered ini antara lain:
a.       Difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan.
b.      Menekankan dunia fenomenal klien.
c.       Prinsip-prinsip psikoterapi yang sama diterapkan pada semua orang.
d.      Tumbuh melalui observasi-observasi konseling dan bukan suatu teori yang tertutup.
e.       Bukan sekumpulan teknik dan dogma.
f.       Berakar pada sekumpulan sikap dan kepercayaan yang ditunjukkan oleh terapis.
Corak konseling ini berpijak pada beberapa keyakinan dasar antara lain:[9]
a.       Setiap manusia berhak mempunyai setumpuk pandangan sendiri, dan menentukan haluan hidupnya sendiri, serta bebas untuk mengejar kepentingannya sendiri selama tidak melanggar hak-hak orang lain.
b.      Manusia pada dasarnya barakhlak baik, dapat diandalkan, dapat diberi kepercayaan, cenderung bertindak secara konstruktif.
c.       Manusia membawa kemampuan, dorongan, dan kecenderungan untuk mengembangkan diri sendiri semaksimal mungkin.
d.      Pandangan subyektif mendasari tingkah laku manusia karena keadaan pada dirinya sendiri dan keadaan dalam lingkungan hidup dberi makna sesuai dengan penilaiannya sendiri.
e.       Seseorang akan menghadapi persoalan jika di antara unsure-unsur dalam gambaran terhadap sendiri timbul konflik dan pertentangan.

Konsep utama teori Client-centered yaitu pandangan tentang sifat manusia. Secara filosofis inti sifat manusia adalah positif, sosial, berpandangan ke depan dan realistis, baik, dan dapat mengaktualisasikan dirinya dengan baik. Rogers memandang manusia adalah sebagai makhluk sosial, berkembang, rasional dan realistis. Manusia adalah subjek yang utuh, aktif, dan unik.
                        Tujuan konseling client-centered ini adalah:[10]
1)        Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.
2)        Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien, bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengambil satu atau serangkaian keputusan yang terbaik bagi dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain.
3)        Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada klien untuk belajar mempercayai orang lain, dan memiliki kesiapan secara terbuka untuk menerima berbagai pengalaman orang lain yang bermanfaat bagi dirinya sendiri.
4)        Memberikan kesadaran kepada klien bahwa dirinya adalah merupakan bagian dari suatu lingkup sosial budaya yang luas, walaupun demikian ia tetap masih memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.
5)        Menumbuhkan suatu keyakinan kepada klien bahwa dirinya terus tumbuh dan berkembang (Process of becoming).

Aplikasi Teori Client-Centered
Filsafat yang melandasi teori Client-Centered memiliki penerapan langsung pada proses belajar mengajar. Pada dasarnya, filsafat pendidikan yang diajukan oleh Rogers sama dengan pandangannya tentang konseling dan terapi, yakni ia yakin bahwa siswa bisa dipercaya untuk menemukan masalah-masalah yang penting yang berkaitan dengan keberadaan dirinya. Para siswa bisa menjadi terlibat dalam kegiatan belajar yang bermakna, yang bisa timbul dalam bentuknya yang terbaik jika guru menciptakan iklim kebebasan dan kepercayaan. Fungsi guru sama dengan fungsi yang dijalankan oleh terapis Client-centered, yaitu: kesejatian, keterbukaan, ketulusan, penerimaan, pengertian, empati, dan kesediaan untuk membiarkan para siswa bebas mengeksplorasikan kemampuannya.[11]

DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, terj. E.Koeswara. Bandung: Refika Aditama. 2003.
Mu’awanah, Elfi. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Bina Ilmu. 2004.
Winkel, W.S. & Hastuti, Sri. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi. 2004.


[1] Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, terj. E.Koeswara, (Bandung: Refika Aditama, 2003), 7.
[2] Elfi Mu’awanah, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), 86.
[3] Corey, Teori dan Praktek, 29.
[4] W.S. Winkel & Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), 451.
[6] Ibid.
[7] Winkel & Hastuti, Bimbingan dan Konseling, 453.
[9] Winkel & Hastuti, Bimbingan dan Konseling, 397-399.
[11] Corey, Teori dan Praktek, 107.

1 komentar:

  1. Live Casino - Lucky Club Live
    The Live Casino is a brand new online gambling site from the iGaming industry. Get luckyclub.live your bets placed at the best live casino casino in the UK!🎰 Play Here: No Limit⭐ Free Spins Game: Grand Fortune or Great Odds💳. Minimum Deposit: C$10

    BalasHapus