KURIKULUM BERBASIS
KOMPETENSI
(KBK)
(KBK)
A.
KONSEP DASAR KURIKULUM BERBASIS
KOMPETENSI (KBK)
Menurut Hilda Taba, Kurikulum sebagai rencana atau program belajar. Taba
mengatakan:
“A curriculum is a plan for learning:
therefore, what is known about the learning process and the development of the
individual has bearing on the shaping of a curriculum.”[1]
Pendapat Hilda Taba tersebut selaras dengan rumusan dalam dokumen
kurikulum 2004 bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana
dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh
siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya
pendidikan. (Depdiknas 2002)
Maka, tampak jelas bahwa konsep KBK bertumpu pada konsep yang dikemukakan
Hilda Taba, yaitu
kurikulum sebagai suatu rencana. Ini berarti, dalam KBK yang lebih ditekankan adalah kompetensi atau kemampuan apa yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Dalam KBK tidak secara khusus dijelaskan apa yang harus dilakukan guru untuk mencapai kompetensi tertentu. KBK hanya memberikan petunjuk-petunjuk secara umum bagaimana seharusnya pola pembelajaran diterapkan oleh setiap guru.
kurikulum sebagai suatu rencana. Ini berarti, dalam KBK yang lebih ditekankan adalah kompetensi atau kemampuan apa yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Dalam KBK tidak secara khusus dijelaskan apa yang harus dilakukan guru untuk mencapai kompetensi tertentu. KBK hanya memberikan petunjuk-petunjuk secara umum bagaimana seharusnya pola pembelajaran diterapkan oleh setiap guru.
Selanjutnya, Finch
& Crunkilton mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap
suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan.[2]
Gordon menjelaskan beberapa aspek (ranah) yang terkandung dalam konsep
kompetensi yaitu: pengetahuan (knowledge),
pemahaman (understanding), kemampuan
(skill), nilai (value), sikap (attitude),
dan minat (interest).
Dari
rumusan kompetensi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu
konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya
dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat
kompetensi tertentu.
Dalam Wikipedia, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan
di Indonesia yang mulai
diterapkan sejak tahun 2004, walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara
materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994,
perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.[3]
Ranah kompetensi yang terdapat dalam KBK,
antara lain: kompetensi akademik (academic competency), kompetensi
kehidupan (life competency), dan kompetensi karakter nasional (national
character competency). Untuk mencapai kompetensi tersebut, maka
pembelajaran ditekankan pada bagaimana siswa belajar tentang belajar (learning
how to learn), bukan pada apa yang harus dipelajari oleh siswa (learning
what to be learn).[4] KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat
melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan
penuh tanggung jawab.
B.
LATAR BELAKANG MUNCULNYA KBK
Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi
kurikulum. Munculnya KBK seiring dengan munculnya semangat reformasi
pendidikan, diawali dengan munculnya kebijakan pemerintah di antaranya lahirnya
Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-Undang No.25
Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintahan dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom; serta lahirnya Tap
MPR No.IV/MPR/1999 tentang Arah Kebijakan Pendidikan di Masa Depan.
Sebagaimana
dijelaskan dalam draf Kebijaksanaan Umum Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pendidikan Dasar dan Menengah yang diuraikan Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, Dr. Boediono, pemberlakuan KBK
didasari oleh pertimbangan bahwa kehidupan dan peradaban manusia di awal
milenium ke tiga ini mengalami banyak perubahan. Dalam merespon fenomena itu,
manusia berpacu mengembangkan pendidikan baik di bidang ilmu-ilmu sosial, ilmu
alam, ilmu pasti, maupun ilmu-ilmu terapan.[5]
Terdapat
tujuh asumsi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu:[6]
1. Banyak sekolah yang memiliki
sedikit pengajar profesional dan tidak mampu melakukan proses pembelajaran
secara optimal.
2. Banyak sekolah yang hanya
mengoleksi sejumlah mata pelajaran dan pengalaman.
3. Peserta didik bukanlah
tabung kosong atau kertas putih bersih yang dapat diisi atau ditulisi
sekehendak pengajar, melainkan individu yang memiliki sejumlah potensi yang
perlu dikembangkan.
4. Peserta didik memiliki
potensi yang berbeda dan bervariasi.
5. Pendidikan berfungsi
mengondisikan lingkungan untuk membantu peserta didik mengembangkan berbagai
potensi yang dimilikinya secara optimal.
6. Kurikulum sebagai rencana
pembelajaran harus berisi kompetensi-kompetensi potensial yang tersusun secara
sistematis.
7. Kurikulum sebagai proses pembelajaran
harus menyediakan berbagai kemungkinan kepada seluruh peserta didik untuk
mengembangkan berbagai potensinya secara optimal.
Atas dasar
hal-hal tersebut, dalam rangka melaksanakan otonomi daerah, serta mengantisipasi
kemajuan IPTEK, maka sistem pendidikan perlu diarahkan pada pendidikan yang
demokratis. Untuk itu, diperlukan perubahan yang mendasar dalam sistem
pendidikan nasional. Salah satu perubahan tersebut berkaitan dengan perubahan
kurikulum sebagai alat pencapaian tujuan pendidikan.
C.
KARAKTERISTIK KBK
Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa Kurikulum Berbasis
Kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut:[7]
1.
Menekankan pada ketercapaian kompetensi
siswa baik secara individual maupun klasikal.
2.
Berorientasi pada hasil belajar (learning
outcomes) dan keberagaman.
3.
Penyampaian dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi
juga sumber belajar lainnya yang memenuhi syarat edukatif.
5.
Penilaian menekankan pada proses dan
hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Sedikitnya dapat diidentifikasikan enam karakteristik KBK, yaitu:
1.
Sistem Belajar dengan Modul
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu
satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional, dan
terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman
penggunaannya untuk para guru. Tujuan utama sistem modul adalah untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran di sekolah, baik waktu,
dana, fasilitas, maupun tenaga guna mencapai tujuan secara optimal.
2.
Menggunakan Keseluruhan Sumber Belajar
3.
Pengalaman Lapangan
4.
Strategi Belajar Individual Personal
5.
Kemudahan Belajar
6.
Belajar Tuntas
D.
PRINSIP PENGEMBANGAN KBK
Pengembangan KBK sebagai pedoman dan alat pendidikan
bagi guru, didasarkan pada tiga asas pokok, yaitu:[8]
1.
Asas Filosofis, berkenaan dengan
sistem nilai (value system) yang berlaku di masyarakat. Sistem nilai
erat kaitannya dengan arah dan tujuan yang harus dicapai.
2.
Asas Psikologis, berhubungan
dengan aspek kejiwaan dan perkembangan peserta didik.
3.
Asas Sosiologis dan Teknologis, harus relevan
dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), perlu memperhatikan dan mempertimbangkan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Keimanan, Nilai, dan Budi Pekerti yang
Luhur
2.
Penguatan Integritas Nasional
3.
Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan
Kinestetika
4.
Kesamaan Memperoleh Kesempatan
5.
Abad Pengetahuan dan Teknologi Informasi
6.
Pengembangan Keterampilan Untuk Hidup
7.
Belajar Sepanjang Hayat
Prinsip belajar sepanjang hayat ini merupakan ajaran islam
yang penting. Sebagaimana sabda Rosululloh SAW:
اتلب العلم من
المهد الى اللهد
Artinya: "Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat (mulai dari lahir sampai mati).
8.
Berpusat pada Anak dengan Penilaian Yang
Berkelanjutan dan Komprehensif
9.
Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan
E.
PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KBK
Nana Syaodih mengemukakan pendekatan pengembangan
kurikulum berdasarkan sistem pengelolaan, dan berdasarkan fokus sasaran.
1.
Berdasarkan Sistem Pengelolaan
Dilihat
dari pengelolaanya perkembangan kurikulum dibedakan antara sistem pengelolaan
yang terpusat (sentralisasi), dan tersebar (desentralisasi). Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah tahun 1968 dan 1975 bersifat sentralisasi, hanya
ada satu kurikulum untuk satu jenis
pendidikan diseluruh Indonesia. Dalam kurikulum 1984 telah ada muatan lokal yang
disisipkan pada berbagai bidang studi yang sesuai Dan hal ini lebih
diintensifkan lagi pelaksanaanya dalam kurikulum 1994. Dalam kurikulum 1994
muatan lokal tidak lagi disisipkan pada setiapbidang studi tapi menggunakan
pendekatan monolitik berupa bidang studi. Dengan adanya kebijakan otonomi
daerah, kemungkinan muatan lokalnya akan lebih besar,sehingga pengelolaanya
menjadi desentralisasi.
2.
Berdasarkan Fokus Sasaran
Berdasarkan
fokus sasaran, pengembangan kurikulum dibedakan antara pendekatan yang mengutamakan
penguasaan ilmu pengetahuan, penguasaan kemampuan standar, penguasaan
kompetensi, pembentukan pribadi, dan penguasaan kemampuan memecahkan masalah
sosial kemasyarakatan.
3. Pendekatan kompetensi
Merupakan
model pengembangan kurikulum yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau
kompetensi tertentu di sekolah, yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada
dimasyarakat.
F.
IMPLEMENTASI KBK
Adanya perubahan
yang terjadi di masyarakat dan adanya tuntutan globalisasi, telah menimbulkan
beberapa implikasi dalam pengambilan kebijakan terhadap pelaksanaan pendidikan,
seperti:[9]
1. Penetapan
standar kompetensi peserta didik dan warga belajar.
2. Pengaturan
kurikulum nasional.
3. Penilaian
hasil belajar secara nasional.
4. Penyusunan
pedoman pelaksanaan.
5. Penetapan
standar materi pelajaran pokok, penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam
belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah, dan luar sekolah.
UU No. 22 tahun
1999 dan pp No. 25 tahun 2000 berimplikasi terhadap kebijaksanaan pengelolaan
pendidikan dari yang bersifat sentralistik ke desentralistik. Perubahan
pengelolaan tersebut merupakan upaya pemberdayaan daerah dan sekolah dalam
peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan, terarah dan menyeluruh. Wujud
dari pelaksanaan desentralisasi pendidikan dalam bidang kurikulum yaitu
pembuatan silabus yang dibuat oleh daerah dan sekolah.
Sebagaimana yang dipaparkan oleh Mulyasa (2002),
secara garis besar, implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mencakup tiga
kegiatan pokok yaitu:[10]
1. Pengembangan Program,
meliputi: Program Tahunan, Program Semester, Program Modul (Pokok Bahasan), Program
Mingguan dan Harian, dan Program Pengayaan dan Remedial.
2.
Pengembangan Pelaksanaan Pembelajaran, yaitu meliputi: pre-tes, proses (kegiatan inti), dan post test.
3.
Pengembangan Evaluasi, meliputi: penilaian kelas, tes kemampuan
dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking, dan penilaian program.
Sedangkan
dalam Sanjaya (2005), implikasi (implementasi) KBK juga mencakup tiga hal,
yaitu:
1. Pengembangan Rancangan
Pembelajaran
Salah satu
implikasi dari KBK adalah adanya kewenangan bagi setiap daerah untuk
mengembangkannya dalam bentuk rancangan pembelajaran seperti silabus sesuai
dengan tujuan dan kondisi daerah.
2. Pengembangan Proses
Pembelajaran
Dalam
konteks KBK, mengajar tidak diartikan sebagai proses penyampaian ilmu
pengetahuan kepada siswa, yang menempatkan siswa sebagai objek belajar dan guru
sebagai subjek, akan tetapi mengajar harus dipandang sebagai proses pengaturan
lingkungan agar siswa belajar. Yang dimaksud belajar itu sendiri bukanlah hanya
sekedar menumpuk pengetahuan, akan tetapi merupakan proses perubahan tingah
laku melalui pengalaman belajar.
3. Pengembangan Evaluasi
Penerapan
KBK berimplikasi juga pada perubahan praktik pelaksanaan evaluasi pembelajaran.
Dalam prosesnya, ada dua langkah dalam evaluasi yaitu pengumpulan informasi dan
pembuatan keputusan tentang hasil belajar.
G.
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN KBK
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya:
1.
Bersifat Alamiah (Kontekstual),
2.
Kurikulum berbasis kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan
kemampuan-kemampuan lain.
3.
Ada
bidang-bidang studi atau mata pelajaran yang dalam pengembangannya lebih tepat
menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan.
Beberapa kelebihan KBK antara lain:[11]
1.
Mengembangkan kompetensi-kompetensi siswa
pada setiap aspek mata pelajaran dan bukan pada penekanan penguasaan konten
mata pelajaran itu sendiri.
2.
Mengembangkan pembelajaran yang berpusat
pada siswa (student oriented). Siswa dapat bergerak aktif secara fisik
ketika belajar dengan memanfaatkan indra seoptimal mungkin dan membuat seluruh
tubuh serta pikiran terlibat dalam proses belajar. Dengan demikian, siswa dapat
belajar dengan bergerak dan berbuat, belajar dengan berbicara dan mendengar,
belajar dengan mengamati dan menggambarkan, serta belajar dengan memecahkan
masalah dan berpikir. Pengalaman-pengalaman itu dapat diperoleh melalui
kegiatan mengindra, mengingat, berpikir, merasa, berimajinasi, menyimpulkan,
dan menguraikan sesuatu. Kegiatan tersebut dijabarkan melalui kegiatan
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
3.
Guru diberi kewenangan untuk menyusun
silabus yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di sekolah/daerah
masing-masing.
4.
Bentuk pelaporan hasil belajar yang
memaparkan setiap aspek dari suatu mata pelajaran memudahkan evaluasi dan
perbaikan terhadap kekurangan peserta didik.
5.
Penilaian yang menekankan pada proses
memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi kemampuannya secara optimal, dibandingkan
dengan penilaian yang terfokus pada konten.
Di samping kelebihan,
kurikulum berbasis kompetensi juga terdapat kelemahan. Kelemahan yang ada lebih
banyak pada penerapan KBK di setiap jenjang pendidikan, hal ini disebabkan
beberapa permasalahan antara lain:[12]
1.
Paradigma guru
dalam pembelajaran KBK masih seperti kurikulum-kurikulum sebelumnya yang lebih
pada teacher oriented.
2.
Kualitas guru,
hal ini didasarkan pada statistik, 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK
dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17,2%
guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Kualitas
SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index.
3.
Sarana dan pra
sarana pendukung pembelajaran yang belum merata di setiap sekolah, sehingga KBK
tidak bisa diimplementasikan secara komprehensif.
4.
Kebijakan
pemerintah yang setengah hati, karena KBK dilaksanakan dengan uji coba di
beberapa sekolah mulai tahun pelajaran 2001/2002 tetapi tidak ada payung hukum
tentang pelaksanaan tersebut.
H. PENGEMBANGAN EVALUASI
1. Evaluasi sebagai proses
pengambilan keputusan
Evaluasi
merupakan suatu proses memberikan pertimbangan mengenainilai dan artisesuatu
yang dipertimbangkan (evaluand).dalam
KBK pengumpulan informasi tentang pencapaian hasil belajar siswa bisa dilakukan
secara formal atau tidak formal, di dalam atau di luar kelas, bisa menggunakan
tes atau non tes terintregrasi dalam proses pembelajaran. Teknik apa pun bisa
dilakukan, yang penting evaluasi dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan
siswa memperoleh kompetensi tertentu.
2. Aspek-aspek evaluasi
Seperti
yang telah dijelaskan di bagian terdahulu, dalam konteks KBK hasil belajar
tidak terbatas pada aspek kognitif, akan tetapi mencakup hasil belajar dalam
aspek sikap afektif dan keterampilan psikomotorik. Ketiga aspek ini hahus
dievaluasi secara seimbang. Kriteria keberhasilan pembelajaran harus dilihat
dari perkembangan ketiga aspek diatas.
[1]Wina
Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Jakarta :
Kencana, 2006), 5.
[2]Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan
Sekolah Menyongsongnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 98.
[3]http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_Berbasis_Kompetensi,
diakses pada tanggal 09 Oktober 2011.
[4]Dewa Komang Tantra, Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(disampaikan
dalam “Kegiatan Penyempurnaan Kurikulum Fakultas Seni Rupa dan Desain , Institut
Seni Indonesia Denpasar” di Kampus Institut Seni Indonesia Denpasar pada tanggal 10 Nopember 2009)
[5]Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Ciputat: Ciputat Press Group, 20050, 74.
[6]Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006),
96-98.
[7]E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 42.
[8]Wina
Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi, 17-20.
[9]Pusat
Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, Pelayanan Profesional Kurikulum 2004: Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta:
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas,
2003), 9.
[10]Mulyasa,
Pembelajaran dalam Implementasi, 95-105.
[11]http://wijayalabs.wordpress.com/2008/06/15/membedah-kurikulum-berbasis-kompetensi/,
diakses pada tanggal 09 Oktober 2011.
[12] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar