Pages - Menu

Rabu, 14 Maret 2012

KBK

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
(KBK)

A.       KONSEP DASAR KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)
Menurut Hilda Taba, Kurikulum sebagai rencana atau program belajar. Taba mengatakan:
A curriculum is a plan for learning: therefore, what is known about the learning process and the development of the individual has bearing on the shaping of a curriculum.[1]
Pendapat Hilda Taba tersebut selaras dengan rumusan dalam dokumen kurikulum 2004 bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan. (Depdiknas 2002)
Maka, tampak jelas bahwa konsep KBK bertumpu pada konsep yang dikemukakan Hilda Taba, yaitu
kurikulum sebagai suatu rencana. Ini berarti, dalam KBK yang lebih ditekankan adalah kompetensi atau kemampuan apa yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Dalam KBK tidak secara khusus dijelaskan apa yang harus dilakukan guru untuk mencapai kompetensi tertentu. KBK hanya memberikan petunjuk-petunjuk secara umum bagaimana seharusnya pola pembelajaran diterapkan oleh setiap guru.
Selanjutnya, Finch & Crunkilton mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.[2]
Gordon menjelaskan beberapa aspek (ranah) yang terkandung dalam konsep kompetensi yaitu: pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding), kemampuan (skill), nilai (value), sikap (attitude), dan minat (interest).
Dari rumusan kompetensi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
Dalam Wikipedia, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004, walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.[3]
Ranah kompetensi yang terdapat dalam KBK, antara lain: kompetensi akademik (academic competency), kompetensi kehidupan (life competency), dan kompetensi karakter nasional (national character competency). Untuk mencapai kompetensi tersebut, maka pembelajaran ditekankan pada bagaimana siswa belajar tentang belajar (learning how to learn), bukan pada apa yang harus dipelajari oleh siswa (learning what to be learn).[4] KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.

B.       LATAR BELAKANG MUNCULNYA KBK
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi kurikulum. Munculnya KBK seiring dengan munculnya semangat reformasi pendidikan, diawali dengan munculnya kebijakan pemerintah di antaranya lahirnya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-Undang No.25 Tahun 2000 tentang  Kewenangan Pemerintahan dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom; serta lahirnya Tap MPR No.IV/MPR/1999 tentang Arah Kebijakan Pendidikan di Masa Depan.
Sebagaimana dijelaskan dalam draf Kebijaksanaan Umum Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dasar dan Menengah yang diuraikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, Dr. Boediono, pemberlakuan KBK didasari oleh pertimbangan bahwa kehidupan dan peradaban manusia di awal milenium ke tiga ini mengalami banyak perubahan. Dalam merespon fenomena itu, manusia berpacu mengembangkan pendidikan baik di bidang ilmu-ilmu sosial, ilmu alam, ilmu pasti, maupun ilmu-ilmu terapan.[5]
Terdapat tujuh asumsi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu:[6]
1.      Banyak sekolah yang memiliki sedikit pengajar profesional dan tidak mampu melakukan proses pembelajaran secara optimal.
2.      Banyak sekolah yang hanya mengoleksi sejumlah mata pelajaran dan pengalaman.
3.      Peserta didik bukanlah tabung kosong atau kertas putih bersih yang dapat diisi atau ditulisi sekehendak pengajar, melainkan individu yang memiliki sejumlah potensi yang perlu dikembangkan.
4.      Peserta didik memiliki potensi yang berbeda dan bervariasi.
5.      Pendidikan berfungsi mengondisikan lingkungan untuk membantu peserta didik mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya secara optimal.
6.      Kurikulum sebagai rencana pembelajaran harus berisi kompetensi-kompetensi potensial yang tersusun secara sistematis.
7.      Kurikulum sebagai proses pembelajaran harus menyediakan berbagai kemungkinan kepada seluruh peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensinya secara optimal.

Atas dasar hal-hal tersebut, dalam rangka melaksanakan otonomi daerah, serta mengantisipasi kemajuan IPTEK, maka sistem pendidikan perlu diarahkan pada pendidikan yang demokratis. Untuk itu, diperlukan perubahan yang mendasar dalam sistem pendidikan nasional. Salah satu perubahan tersebut berkaitan dengan perubahan kurikulum sebagai alat pencapaian tujuan pendidikan.

C.       KARAKTERISTIK KBK
Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut:[7]
1.      Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
2.      Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3.      Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4.      Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi syarat edukatif.
5.      Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Sedikitnya dapat diidentifikasikan enam karakteristik KBK, yaitu:
1.      Sistem Belajar dengan Modul
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru. Tujuan utama sistem modul adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran di sekolah, baik waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna mencapai tujuan secara optimal.
2.      Menggunakan Keseluruhan Sumber Belajar
3.      Pengalaman Lapangan
4.      Strategi Belajar Individual Personal
5.      Kemudahan Belajar
6.      Belajar Tuntas

D.     PRINSIP PENGEMBANGAN KBK
Pengembangan KBK sebagai pedoman dan alat pendidikan bagi guru, didasarkan pada tiga asas pokok, yaitu:[8]
1.      Asas Filosofis, berkenaan dengan sistem nilai (value system) yang berlaku di masyarakat. Sistem nilai erat kaitannya dengan arah dan tujuan yang harus dicapai.
2.      Asas Psikologis, berhubungan dengan aspek kejiwaan dan perkembangan peserta didik.
3.      Asas Sosiologis dan Teknologis, harus relevan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

Dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), perlu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Keimanan, Nilai, dan Budi Pekerti yang Luhur
2.      Penguatan Integritas Nasional
3.      Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika
4.      Kesamaan Memperoleh Kesempatan
5.      Abad Pengetahuan dan Teknologi Informasi
6.      Pengembangan Keterampilan Untuk Hidup
7.      Belajar Sepanjang Hayat
Prinsip belajar sepanjang hayat ini merupakan ajaran islam yang penting. Sebagaimana sabda Rosululloh SAW:
اتلب العلم من المهد الى اللهد

Artinya: "Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat (mulai dari lahir sampai mati).
8.      Berpusat pada Anak dengan Penilaian Yang Berkelanjutan dan Komprehensif
9.      Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan

E.      PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KBK
Nana Syaodih mengemukakan pendekatan pengembangan kurikulum berdasarkan sistem pengelolaan, dan berdasarkan fokus sasaran.
1.      Berdasarkan Sistem Pengelolaan
Dilihat dari pengelolaanya perkembangan kurikulum dibedakan antara sistem pengelolaan yang terpusat (sentralisasi), dan tersebar (desentralisasi). Kurikulum pendidikan dasar dan menengah tahun 1968 dan 1975 bersifat sentralisasi, hanya ada satu  kurikulum untuk satu jenis pendidikan diseluruh Indonesia. Dalam kurikulum 1984 telah ada muatan lokal yang disisipkan pada berbagai bidang studi yang sesuai Dan hal ini lebih diintensifkan lagi pelaksanaanya dalam kurikulum 1994. Dalam kurikulum 1994 muatan lokal tidak lagi disisipkan pada setiapbidang studi tapi menggunakan pendekatan monolitik berupa bidang studi. Dengan adanya kebijakan otonomi daerah, kemungkinan muatan lokalnya akan lebih besar,sehingga pengelolaanya menjadi desentralisasi.  
2.      Berdasarkan Fokus Sasaran
Berdasarkan fokus sasaran, pengembangan kurikulum dibedakan antara pendekatan yang mengutamakan penguasaan ilmu pengetahuan, penguasaan kemampuan standar, penguasaan kompetensi, pembentukan pribadi, dan penguasaan kemampuan memecahkan masalah sosial kemasyarakatan.
3.      Pendekatan kompetensi
Merupakan model pengembangan kurikulum yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi tertentu di sekolah, yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada dimasyarakat.

F.      IMPLEMENTASI KBK
Adanya perubahan yang terjadi di masyarakat dan adanya tuntutan globalisasi, telah menimbulkan beberapa implikasi dalam pengambilan kebijakan terhadap pelaksanaan pendidikan, seperti:[9]
1.      Penetapan standar kompetensi peserta didik dan warga belajar.
2.      Pengaturan kurikulum nasional.
3.      Penilaian hasil belajar secara nasional.
4.      Penyusunan pedoman pelaksanaan.
5.      Penetapan standar materi pelajaran pokok, penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah, dan luar sekolah.
UU No. 22 tahun 1999 dan pp No. 25 tahun 2000 berimplikasi terhadap kebijaksanaan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik ke desentralistik. Perubahan pengelolaan tersebut merupakan upaya pemberdayaan daerah dan sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan, terarah dan menyeluruh. Wujud dari pelaksanaan desentralisasi pendidikan dalam bidang kurikulum yaitu pembuatan silabus yang dibuat oleh daerah dan sekolah.
Sebagaimana yang dipaparkan oleh Mulyasa (2002), secara garis besar, implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mencakup tiga kegiatan pokok yaitu:[10]
1.      Pengembangan Program, meliputi: Program Tahunan, Program Semester, Program Modul (Pokok Bahasan), Program Mingguan dan Harian, dan Program Pengayaan dan Remedial.
2.      Pengembangan Pelaksanaan Pembelajaran, yaitu meliputi: pre-tes, proses (kegiatan inti), dan post test.
3.      Pengembangan Evaluasi, meliputi: penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking, dan penilaian program.

Sedangkan dalam Sanjaya (2005), implikasi (implementasi) KBK juga mencakup tiga hal, yaitu:
1.    Pengembangan Rancangan Pembelajaran
Salah satu implikasi dari KBK adalah adanya kewenangan bagi setiap daerah untuk mengembangkannya dalam bentuk rancangan pembelajaran seperti silabus sesuai dengan tujuan dan kondisi daerah.
2.    Pengembangan Proses Pembelajaran
Dalam konteks KBK, mengajar tidak diartikan sebagai proses penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa, yang menempatkan siswa sebagai objek belajar dan guru sebagai subjek, akan tetapi mengajar harus dipandang sebagai proses pengaturan lingkungan agar siswa belajar. Yang dimaksud belajar itu sendiri bukanlah hanya sekedar menumpuk pengetahuan, akan tetapi merupakan proses perubahan tingah laku melalui pengalaman belajar.
3.    Pengembangan Evaluasi
Penerapan KBK berimplikasi juga pada perubahan praktik pelaksanaan evaluasi pembelajaran. Dalam prosesnya, ada dua langkah dalam evaluasi yaitu pengumpulan informasi dan pembuatan keputusan tentang hasil belajar.

G.     KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN KBK
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
1.      Bersifat Alamiah (Kontekstual),
2.      Kurikulum berbasis kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain.
3.      Ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan.

Beberapa kelebihan KBK antara lain:[11]
1.      Mengembangkan kompetensi-kompetensi siswa pada setiap aspek mata pelajaran dan bukan pada penekanan penguasaan konten mata pelajaran itu sendiri.
2.      Mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented). Siswa dapat bergerak aktif secara fisik ketika belajar dengan memanfaatkan indra seoptimal mungkin dan membuat seluruh tubuh serta pikiran terlibat dalam proses belajar. Dengan demikian, siswa dapat belajar dengan bergerak dan berbuat, belajar dengan berbicara dan mendengar, belajar dengan mengamati dan menggambarkan, serta belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir. Pengalaman-pengalaman itu dapat diperoleh melalui kegiatan mengindra, mengingat, berpikir, merasa, berimajinasi, menyimpulkan, dan menguraikan sesuatu. Kegiatan tersebut dijabarkan melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
3.      Guru diberi kewenangan untuk menyusun silabus yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di sekolah/daerah masing-masing.
4.      Bentuk pelaporan hasil belajar yang memaparkan setiap aspek dari suatu mata pelajaran memudahkan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan peserta didik.
5.      Penilaian yang menekankan pada proses memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi kemampuannya secara optimal, dibandingkan dengan penilaian yang terfokus pada konten.

Di samping kelebihan, kurikulum berbasis kompetensi juga terdapat kelemahan. Kelemahan yang ada lebih banyak pada penerapan KBK di setiap jenjang pendidikan, hal ini disebabkan beberapa permasalahan antara lain:[12]
1.      Paradigma guru dalam pembelajaran KBK masih seperti kurikulum-kurikulum sebelumnya yang lebih pada teacher oriented.
2.      Kualitas guru, hal ini didasarkan pada statistik, 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Kualitas SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index.
3.      Sarana dan pra sarana pendukung pembelajaran yang belum merata di setiap sekolah, sehingga KBK tidak bisa diimplementasikan secara komprehensif.
4.      Kebijakan pemerintah yang setengah hati, karena KBK dilaksanakan dengan uji coba di beberapa sekolah mulai tahun pelajaran 2001/2002 tetapi tidak ada payung hukum tentang pelaksanaan tersebut.

H.       PENGEMBANGAN EVALUASI
1.      Evaluasi sebagai proses pengambilan keputusan
Evaluasi merupakan suatu proses memberikan pertimbangan mengenainilai dan artisesuatu yang dipertimbangkan (evaluand).dalam KBK pengumpulan informasi tentang pencapaian hasil belajar siswa bisa dilakukan secara formal atau tidak formal, di dalam atau di luar kelas, bisa menggunakan tes atau non tes terintregrasi dalam proses pembelajaran. Teknik apa pun bisa dilakukan, yang penting evaluasi dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa memperoleh kompetensi tertentu.
2.      Aspek-aspek evaluasi
Seperti yang telah dijelaskan di bagian terdahulu, dalam konteks KBK hasil belajar tidak terbatas pada aspek kognitif, akan tetapi mencakup hasil belajar dalam aspek sikap afektif dan keterampilan psikomotorik. Ketiga aspek ini hahus dievaluasi secara seimbang. Kriteria keberhasilan pembelajaran harus dilihat dari perkembangan ketiga aspek diatas.

    


[1]Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2006), 5.
[2]Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 98.
[4]Dewa Komang Tantra, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (disampaikan dalam “Kegiatan Penyempurnaan Kurikulum Fakultas Seni Rupa dan Desain , Institut Seni Indonesia Denpasar” di Kampus Institut Seni Indonesia Denpasar  pada tanggal 10 Nopember 2009)
[5]Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Ciputat Press Group, 20050, 74.
[6]Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006), 96-98.
[7]E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 42.
[8]Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi, 17-20.
[9]Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, Pelayanan Profesional Kurikulum 2004: Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas,  2003), 9.
[10]Mulyasa, Pembelajaran dalam Implementasi, 95-105.
[12] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar